Pada hakikatnya musik itu berada diantara ruang mencipta sekaligus memainkan & mendengarkan, karna manusia berkeinginan melihat dirinya sendiri dalam wujud bunyi. Dalam hal ini, musik memiliki keindahan yang melambangkan diri manusia itu sendiri. Sebab disanalah seluruh emosi & vitalitas manusia dipertaruhkan. Dengan kata lain ini merupakan fitrah dari manusia yang sejatinya sebagai makhluk pemilik akal yang terkonsepsi ke dalam sebuah disiplin yang lazim disebut sebagai ilmu pengetahuan—tentunya ilmu pengetahuan pun tidak sesederhana seperti apa yang dideskripsikan—sebagaimana Ibnu Arabi, (2016: 56) mengatakan bahwa;
“Ilmu pengetahuan, jika kita menganilisisnya lebih tajam lagi, adalah amanat. Kita menerima ilmu sebagai amanat & menyampaikannya sebagai amanat pula. Kita mengambil ilmu dengan syarat mampu menjaganya dari kelupaan, mengamalkannya & menyampaikan kepada orang lain yang layak dengan persyaratan yang sama pula”.
Artinya setiap pribadi itu sendiri selalu sadar untuk terus belajar, berbuat & memberi manfaat, meskipun denga cara yang berbeda, & itu tidak tertutup pada disiplin ilmu apapun, termasuk ilmu pengetahuan musik. Kan begitu! Dengan kata lain, supaya bisa menyampaikan secara tepat, artinya ta’lim ilmu itupun mesti kepada majelis yang tepat, yang memenuhi persyaratan disiplin ilmu itu sendiri. Sebagai contoh, bukan suatu kemustahilan menyampaikan ilmu pengetahun geologi (ilmu bumi) di majelis orang-orang musik, karna boleh jadi itu sebagai bahan studi komparasi (perbandingan), tapi alangkah baiknya ilmu persoalan lapisan-lapisan tanah “geologi” itu disampaikan di majelisyang menggeluti persosoalan yang sama. Sebab hal itu jauh lebih bermanfaat bagi orang yang mengeluti pengetahuan itu sendiri.
Dalam hal konsepsi ilmu pengetahuan musik, juga tidak terlepas dari persoalan menganalisa, mengkaji, pengayaan, pengajaran, & juga pendalaman materi. Artinya, musik juga memiliki hak yang sama sebagaimana ilmu pengetahuan lainnya. Namun pada kenyataannya, banyak kalangan yang terlalu latah dengan membahasakan menganalisa, mengkaji, pengayaan, pengajaran, & juga pendalaman materi itumembentuk satu kata tunggal. Sebagai contoh kata “Ta’lim Majelis Musik”. Memang kedengarannya akan terkesan aneh & tidak lazim menyebutkan kata serupa itu.
Secara dharuri (mendasar) kata ta’lim yang berakar dari kata bahasa Arab itu berarti; menambah ilmu, pengayaan, pengajaran, pendalaman, peng-kajian nilai untuk memampukan diri. Sholikhin Abu Izzuddin (2012: 138) mengatakan:
“Ta’lim adalah tazwiidul ‘ulum, menambah ilmu, pengayaan, pengajaran, pendalaman, pengkajian nilai untuk memampukan diri, meledakan potensi, mengefektifkan energi”.
Artinya, dalam disiplin ilmu pengetahuan musik pun juga melakukan hal yang sama, memenuhi persyaratan yang sama seperti domain kata ta’lim itu sendiri. Lantas apa yang keliru? atau patut dipersoalankan dari kelatahan menyebutkan kata yang seakan hanya boleh ditasbihkan hanya pada ilmu teologi (ilmu pengetahuan agama) saja? Sebab secara substansial, ia bermuatan yang sama toh! Karna secara fitrah—ilmu pengetahuan apapun—nya, musik juga mengacu pada merehabilitasi estetika pengetahuan murni melalui peleburan horizon gagasan & ide, mentranstendesikan model subjek-objek untuk mendapatkan keutuhan pada fungsi, maksud, apa, bagimana, temporalitas, & ruang. Seperti dalam laman UcNews.com 2018/10/06 04:55 bertajuk “Hakikat Makna Bunyi & Waktu Dalam Kesadaran”;
”Kesadaran tentang bunyi & waktu itu adalah semacam bentuk suatu perbandingan-perbandingan, perbedaan, variasi, maupun kontras, yang mendorong manusia untuk mempertaruhkan perhatian rasionalnya sekaligus secara emosional....interprestasi seni mengacu pada merehabilitasi "estetika murni" melalui peleburan horizon mentranstendesikan model subjek objek (melebur) untuk mendapatkan keutuhan pada fungsi, maksud, apa, bagimana, temporalitas, ruang, & karya seni.....hal ini menunjukkan adanya harmonisasi & keseimbangan seni dengan alam yang saling mempengaruhi satu sama lainnya sesuai dengan fenomena alam..... bahwa, keindahan musik itu sekaligus melambangkan diri manusia itu sendiri. Sebab disanalah seluruh emosi & vitalitas manusia dipertaruhkan. Dengan kata lain, manusia mencipta, memainkan sekaligus mendengarkan musik karena ingin melihat dirinya sendiri”.
Dengan demikian dapat dikatakan secara umum, seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa, konsepsi ilmu pengetahuan musik itupun juga tidak akan pernah terlepas dari syarat-syarat disiplin ilmu pengetahuan yaitu; persoalan menganalisa, mengkaji, pengayaan, pengajaran, & juga pendalaman materi. Yang juga memiliki hak peng-amalan yang sama, sebagaimana ilmu pengetahuan lain demi kemasylahatan orang banyak.
Sumber:
- Arabi, Muhyiddin Ibnu—MENDAKI TANGGA LANGIT: Pengalaman Eksistensial Israj’ Mi’raj Ibnu Arabi. INDes. Yogyakarta, 2016
- Izzuddin, Sholikhin Abu—ZERO TO HERO: Mendahsyatkan Pribadi Biasa Menjadi Luar Biasa. Pro-U Media. Yogyakarta, 2012
No comments: