MUSIK TRADISIONAL: Gagasan Kebangkitan Unsur Musikal - Widjaja-Library

"Make a Difference with education and be the best" -Antoni Widjaja

Breaking

Tuesday 4 December 2018

MUSIK TRADISIONAL: Gagasan Kebangkitan Unsur Musikal

Persoalan gagasan bahwa bagaimana pertunjukan itu mesti dilakukan! Itu sama sekali bukan merupakan bagian esensial dalam musik. Malah ia akan memunculkan persoalan-persoalan baru yang bisa diilustrasikan dalam deskripsi analisis dari perhatian seoarang analis musik yang jeli. Terlebih terhadap ‘katakanlah’ ornamentasi. Karena dalam banyak kasus, sebagai contohnya; salah satunya seperti dalam periode sejarah musik Barat misalnya “musik jaman Barok”; dalam kasus musik Barok, memasukan triller, perubahan warna bunyi & ornamentasi-ornamentasi lainnya itu dianggap tidak penting & tidak dinyatakan dengan jelas oleh komposernya. Karna Player memiliki hak prerogatif interpretasinya sendiri pada repertoire (karya) itu saat dimainkan. Jadi, ornamen-ornamen ini dalam arti tertentu dipandang sebagai hal yang tidak esensial meskipun eksistensinya dalam musik secara luas telah dianggap esensial, bahkan merupakan suatu ciri dari pembeda suatu gaya musik. Akan tetapi beda ceritanya dalam musik Non-Barat (musik tradisi “musik lokal”), sebab mustahil—bukan tidak bisa, tapi jarang bahkan tidak pernah dilakukan orang—untuk membedakan antara ornamen-ornamentasi seperti trill, appogiatura, grupetto, maupun perubahan warna, dsb itu dalam komposisi musik. Artinya adalah suatu yang paradoks jika berpikir bahwa kebangkitan musik lokal itu dapat diwujudkan seperti dilansir salah satu laman berita berbasis online February 13/2018, yang mengabarkan;
“saatnya era kebangkitan musik tradisional Banten yang dikombinasikan dengan music modern saat ini akan melahirkan sebuah seni yang sangat bernilai tinggi…”
Tentu aneh sekali rasanya, mendengar kata “kebangkitan musik tradisional yang dikombinasikan dengan musik modern” dengan dalih “akan melahirkan sebuah seni yang sangat bernilai tinggi…”, hal model ini sungguh kebohongan uptopis. Sebab sebagaimana diketahui bahwa, siapa yang tau musik-musik kuno itu seperti sebagaimana aslinya? Jelas ini akan bertentangan dengan pendapat umum, malah hal itu terkesan menyembunyikan suatu kebenaran yang nyata. Sebagaimana ditekankan oleh Prof Shin Nakagawa (2000: 20);
“Sebuah kebudayaan yang telah lama dibawah dominasi kebudayaan lain & mengabaikan kebudayaan sendiri, secara tiba-tiba sadar akan kepunahan musiknya sendiri & berusaha menghidupkan kembali dengan membuat musik tersebut sebagai sesuatu yang nasionalistik, prestise, ras, kesejahteraan, nostalgia, turistik, atau alasan artistik.....disini ada hal yang tidak mungkin terjadi, karena kebangkitan bentuk kuno yang tidak diketahui adalah tidak mungkin, karna konsep yang murni itu tidak realistik”
Maka dengan dalih apapun, hal itu mustahil bisa terjadi. Artinya yang dimaksud oleh laman berita www.pesonabanten.com February 13/2018, bertajuk “Kebangkitan Music Tradisional…” itu adalah sebuah kolaborasi musik etnik saja, yang diharapkan memiliki nilai jual. Cuma itu.
Sebab bagaimana caranya orang ingin membangkitkan musik kuno yang tidak diketahui sumbernya itu terlebih secara asbabun nuzul-nya itu? Karna dalam musik itu sendiri bahkan seluruh para pakar etnomusikologi bersependapat bahwa tidak ada konsep musik murni. Prof Shin Nakagawa (2000: 17) mengatakan dengan tegas bahwa;
"Tidak ada tradisi musik yang murni, tanpa pengaruh kebudayaan lain; bukan saja musik yang berasal dari kebudayaan lain, akan tetapi juga kebudayaan kita sendiri, misalnya pengaruh dari musik populer.....perubahan yang lebih dinamis terjadi karena pertemuannya dengan kebudayaan musik lain"
Artinya terang sudah, tugas pokok seorang komponis, akademisi, maupun analis music khususnya etnomusikolog, dalam hal ini cuma menjaga, melestarikan & mendokumentasikan kebudayaan musik non-literasi (musik tradisional) itu sendiri, baik dalam bentuk audio maupun visual. Sementara disisi lain, tugas pokok komposer terlebih yang memiliki background pendidikan musik Barat tidak lain cuma sebatas menggubah karyanya dengan mengambil materi-materi (matei dasar "musikal") dari musik tradisional itu sendiri. Dalam pengertian yang lebih sempit, dia sama sekali bukan dalam tatanan kata "melestarikan kebudayaan/kesenian" non-literasi itu sebagaimana aslinya! Sama sekali bukan itu—dapat ditegaskan hanya menjaga unsur-unsur musikal yang telah ada itu agar dia tetap selalu lestari. Cuma itu saja.
Sebab komposer yang lebih terbuka, memiliki keluasa fantasi untuk memilih jalan pada ke-karyaan-nya. Apakah itu cuma sekedar meng-orkestrasi-kan, meng-arransemen atau malah memilih jalan untuk mendaur ulang (membuat komposisi baru) unsur-unsur musikal dari musik tradisional itu menjadi sebuah sumber penciptaan karyanya yang up to date (terbaru). Menjadikannya sebagai aset baru dari sebuah kekayaan corak seni yang juga baru—kaya dalam banyak hal, salah satunya seperti mengikuti trend (kebudayaan) kekinian—yang disesuaikan dengan gendre-nya. Maupun kaya akan makna-makna yang ingin disampaikan oleh komponis melalui simbol-simbol bunyi, dsb. Baik dalam format musik serius seperti Sonata, Concerto dll, atau lagu sederhana, yang tentu muaranya juga adalah kembali pada ranah budaya dalam perspektifnya masing-masing, baik itu konvensional maupun tradisional. Sebab sebagaimana telah dibahas, adalah sesuatu yang mustahil bahkan itu boleh dikatakan suatu kebohongan utopis bahwa dapat “membangkitkan” musik kuno yang tidak diketahui sama sekali itu. Saya pikir begitu.
Sumber:
  • Nakagawa, Shin—MUSIK & KOSMOS: Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta, 2000

No comments:

Post a Comment