Batasan bahwa estetika musik sebagai pengetahuan atau cara menelaah keindahan bunyi pastinya mengandung banyak tafsir. Terlebih di abad modern ini, dimana segala macam cara untuk menjadikan sesuatu sebagai musik itu bisa dianggap sah. Sebagai contoh, musik dalam karya sastra, seperti yang baru-baru ini diberitakan laman Media Indonesia.com bertajuk “Perjalanan Tautan Bait-Bait Indah Puisi & Musik” Minggu, 07 Okt 2018, 04:00 WIB;
“...sebuah puisi yang awalnya berupa kumpulan kata bisa diubah menjadi sebuah musik & lagu, justru dikembangkan para musisi & pegiat musik yang menyadari potensi dalam setiap larik puisi. Jalinan inilah yang menjadi permulaan sebuah musikalisasi puisi terlaksana. Paduan cita rasa puisi yang memiliki makna & estetika tajam diperkuat dengan alunan musik yang justru memperkuat estetika & makna dari sebuah puisi”. Media Indonesia.com Perjalanan Tautan Bait-Bait Indah Puisi & Musik”
Apakah itu keliru? Sama sekali tidak keliru, justru sebaliknya, cara mengapresiasi seni musik seperti ini justru malah sebagai salah satu cara memperkuat posisis musik sebagai ilmu pengetahuan yang bisa dibilang fleksible. Sebab jika ditelaah lebih jauh, dalam literatur sejarahnya, orang Yunani Kuno pun sudah mengenal ini. Hal seperti ini bukan sesuatu yang baru, orang Yunani Kuno menganggap musik itu sangat dekat dengan tarian & sajak. Karena melibatkan representasi visual atau lirik sastrawi. Martin Suryajaya (2016: 52) dalam bukunya mengatakan bahwa;
“Musik secara inheren bercorak matematis.....dalam gambaran orang Yunani Antik, musik selalu lekat dengan tarian atau sajak nyanyian, & karenanya melibatkan representasi visual atau lirik sastrawi. Orang Yunani Antik belum mengenal ‘musik absolut’. Oleh karenanya, musik pun masih tertanam pada aras ‘pikiran citrawi’ & kepercayaan"Artinya, perpaduan musik & sastra ini jauh sebelumnya sudah berlaku umum & lazim di kebudayaan orang Yunani Kuno. Martin Suryajaya (2016: 52) juga menambahkan bahwa;
“Musik absolut (absolute music) adalah musik tanpa narasi verbal. Jenis musik ini baru muncul pasca-abad pertengahan dengan komponis seperti Mozart & Beethoven yang komposisinya (tentu selain karya opera mereka) tidak memuat representasi verbal atau citrawi apapun. Kebalikan dari musik absolut adalah musik ‘programatik’, yakni musik dengan narasi verbal. Inilah yang lazim dalam komposisi musik Yunani Antik”
Dengan demikian, musik dalam karya sastra adalah sesuatu yang lazim dalam sebuah karya komposisi bahkan sejak jaman Yunani Kuno. Sebab kalau keindahan (estetika) itu jika cuma lihat dari ranah estetika musik yang hanya melihat dari hubungannya dengan masalah-masalah keindahan musik saja, pastinya setiap orang akan berbeda pandangan antara satu dengan yang lain dalam memandang keindahan bunyi itu sendiri. Setiap orang pasti akan berbeda pandangan terhadap musik-musik 200-tahun lalu, yang persoalan ini tentu sangat jauh perbedaannya dengan musik hari ini. Ya toh!
Sementara kalau estetika musik yang dimaksud itu malah dalam pengertian musik yang berhubungan dengan suatu bentuk dari kreativitas manusia, maka estetika musik itu positif dia harus berhubungan dengan hal-hal yang pasti juga tidak selamanya indah. Sebab yang dikatakan tidak indah ini pun barangkali adalah bagian dari totalitas musik itu sendiri. Kan begitu! Sederhananya itu, kalau kata estetika itu sendiri dikembalikan kepada induk bahasanya (Yunani) yang berarti rasa, maka tidak perlu lagi ada kritik, sebab keindahan (estetika) menjadi sangat relatif sifatnya. Sebagaimana dikatakan oleh Suka Harjana (2018: 23) dalam bukunya;
“Tugas estetika adalah mempelajari persoalan indah & tidak indah, selalu dalam hubungannya dengan manusia, akan tetapi estetika bukanlah sebuah palu gogom, hakim yang bisa menentukan bahwa sesuatu adalah indah & tidak indah.....estetika juga bukanlah pasal-pasal seperti dalam buku undang-undang yang dapat membuat kepastian tentang pengambilan keputusan.....estetika bukanlah cara untuk menikmati keindahan akan tetapi sebuah usaha untuk memahami persoalan keindahan”.
Jadi, musik dalam karya sastra atau karya sastra dalam musik ini, tentunya boleh ditafsirkan sebagai representasi bunyi dari lirik sastrawi itu sendiri. Konsep musik seperti ini dikenal sebagai musik programa, dengan kata lain suatu narasi verbal yang di kompos menjadi sebuah bangunan musik.
Sumber:- Harjana, Suka—ESTETIKA MUSIK: Sebuah Pengantar.Art Music Today. Yogyakarta, 2018
- Suryajaya, Martin—SEJARAH ESTETIKA: Era Klasik Sampai Kontemporer. Gang Kabel. Jakarta, 2016
No comments: